ANALISIS TEKNOEKONOMI PENGEMBANGAN PABRIK PELEBURAN BIJIH BESI DALAM RANGKA MEMPERKUAT INDUSTRI BESI BAJA DI INDONESIA

Penulis

  • Ijang Suherman Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara

DOI:

https://doi.org/10.30556/jtmb.Vol12.No1.2016.229

Kata Kunci:

bijih besi, peleburan, industri baja, nilai tambah

Abstrak

Sejalan dengan amanat Undang-undang No 4 Tahun 2009, pembangunan pabrik peleburan berbahan baku bijih besi lokal telah dipelopori oleh PT Meratus Jaya Iron & Steel (PT MJIS) yang beroperasi pada akhir tahun 2012. PT MJIS memproduksi besi spons (sponge iron) untuk dipasok ke PT Krakatau Steel. Kemudian disusul oleh PT Delta Prima Steel yang juga memproduksi besi spons. Pada akhir tahun 2013, PT Sebuku Iron Lateritic Ores sudah memulai pengolahan bijih besi dengan produk konsentrat untuk diekspor. Pembangunan pabrik peleburan pasir besi dipelopori oleh Sumber Suryadaya Prima yang beroperasi mulai tahun 2013, dengan produk awal konsentrat pasir besi. Demikian pula, pada akhir tahun 2013, PT Krakatau Posco telah beroperasi dengan produk plat baja dan hot rolled coil yang sebagian besar untuk pasar dalam negeri. PT Krakatau Osaka Steel dijadwalkan akan mulai beroperasi pada tahun 2016 dengan produk baja profil, baja tulangan, dan flat bar, yang berorientasi pasar dalam negeri. Sementara ini industri baja nasional memproduksi sekitar 11,264 juta ton, yang sebagian besar masih menggunakan bahan baku impor. Di sisi lain, produksi pertambangan bijih besi nasional sekitar 12,5 juta ton sudah tidak boleh lagi diekspor dan harus diolah di dalam negeri. Tantangan ke depan adalah bagaimana pembangunan pabrik pengolahan (peleburan) yang mempunyai nilai tambah 5,2 kali dari bijih besi mampu berkembang untuk dapat mensubstitusi impor pellet/besi spons/pig iron dan scrap sebagai bahan baku industri baja nasional. Untuk itu perlu langkah-langkah strategis melalui analisis teknoekonomi pembangunan pabrik peleburanbesi dalam rangka memperkuat industri baja nasional. Metode yang digunakan dalam analisis ini adalah survei dan nonsurvei, dan modelnya adalah statistika deskriptif, analisis tren, model perhitungan nilai tambah dan analisis SWOT. Langkah-langkah strategis sebagai tindak lanjut pemberlakuan kebijakan peningkatan nilai tambah melalui pengolahan dan pemurnian, antara lain menyusun roadmap; pemilihan teknologi yang tepat untuk bijih besi yang berkadar rendah; mendorong investor untuk terus merealisasikan program pembangunan pabrik peleburan dan pembangunan/pengembangan industri hilir berbasis besi yang menjadi target pemerintah, antara lain melalui insentif fiskal; menjalin kemitraan investor lokal dengan investor asing untuk mendirikan perusahaan peleburan besi dan atau industri hilirnya, dengan memanfaatkan bahan baku lokal; menyediakan infrastruktur yang diperlukan seperti energi listrik dan prasarana jalan serta pelabuhan, regulasi pengutamaan pemasokan kebutuhan bahan baku untuk peleburan dan pengutamaan produk peleburan sebagai bahan baku industri baja nasional, untuk memperkuat mata rantai hulu-hilir.

Referensi

Badan Koordinasi Penanaman Modal, 2012. Pengembangan investasi industri logam dasar, 63 halaman.

Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Provinsi Aceh, 2013. Data cadangan, investasi dan produksi mineral dan batubara aceh, 2013. 7 halaman.

Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kalimantan Selatan, 2012. Data produksi dan ekspor serta pembangunan smelter bijih besi Provinsi Kalimantan Selatan, 2013. 2 halaman.

Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kalimantan Barat, 2013. Pengelolaan pertambangan minerba & permasalahannya di Provinsi Kalimantan Barat. 17 halaman.

Direktorat Industri Material Dasar Logam, Direktorat Jenderal Basis Industri Manufaktur, Kementerian Perindustrian, 2015. FGD Penyelarasan Roadmap Industri dan Pasar Baja Nasional, Jakarta, 21 Januari 2015. 38 halaman.

Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Mi-nerba), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mi-neral, 2015. Implementasi kebijakan peningkatan nilai tambah mineral komoditas bijih besi, bahan rapat koordinasi dan evaluasi dampak pembatasan ekspor bijih besi terhadap perekonomian nasional, Bandung, 22 Mei 2015. 33 halaman.

Djamaluddin, H., Thamrin, M., dan Achmad, A., 2012. Potensi dan prospek peningkatan nilai tambah mineral logam di Indonesia (Suatu kajian terhadap upaya konservasi mineral), Prosiding Hasil Penelitian Fakultas Teknik, Institut Teknologi Bandung, ISBN : 978-979-127255-0-6, Volume 6 : Desember 2012, halaman TG3 1-13.

Geological Survey (USGS), 2015. Mineral commodity summaries 2015. US Department of The Interior, 196 p.

Hadisaputra, 2011. Besi dan baja, Materi Kuliah Teknologi Bahan, 23 halaman.

Haryadi, H., 2011. Analisis peranan mineral dan batubara bagi perekonomian nasional, Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara, Volume 7, Nomor 3, Juli 2011, halaman 122-136.

Haryadi, H. dan Saleh, R., 2012. Analisis keekonomian bijih besi Indonesia, Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara, Volume 8, Nomor 1, Januari 2012, halaman 1-16.

Islah, T., 2009. Potensi Bijih Besi Indonesia Dalam Kerangka Pengembangan Klaster Industri Baja, Buletin Sumber Daya Geologi, Vol. 4 No.2, Agustus 2009, halaman 14 – 25.

Kementerian Perindustrian, 2013. Hilirisasi mineral meningkatkan potensi industri mineral, Media Industri No 04 2013. 66 halaman.

Mahadewi, L., dan Winarko, H.B., 2012. Tinjauan analisis pembiayaan sektor perbankan untuk industri baja nasional, Journal of Cafital Market and Banking, ISSN:2301- 4733; Vol. 1, No. 2; Agustus 2012, halaman 19 - 40.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, 2015. Perubahan Atas Peraturan Menteri ESDM No. 1 Tahun 2014 Tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam Negeri.

Pardiono B., 2009. Tinjauan rencana pembangunan industri besi baja di Kalimantan Selatan, Buletin Sumber Daya Geologi, Vol. 4 No. 2, Agustus 2009, halaman 1 - 13.

Pardiono, B., 2011. Peluang bijih besi dalam pemenuhan kebutuhan komoditas mineral strategis nasional, Buletin Sumber Daya Geologi, Vol. 6 No. 2, Agustus 2009, halaman 59 - 70.

Permana, D., 2010a. Dampak penerapan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara terhadap pengembangan usaha pertambangan mineral dan batubara, Jurnal Teknologi Minertal dan Batubara, Volume 6, Nomor 4, Oktober 2010, hal. 165-173.

Permana, D., 2010b. Tantangan dalam peningkatan nilai tambah mineral dan batubara, Mineral & Batubara, Volume 8/No. 4-Desember 2010, halaman 4 - 12.

Presiden Republik Indonesia, 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

PT Krakatau Posco, 2011. Integrated steel mill project in Indonesia. 22 halaman.

PT Lhoong Setia Mining, 2013. Rencana pembangunan smelter bijih besi. 21 halaman.

PT Meratus Jaya Iron & Steel, 2011. Tahapan pengembangan pembangunan pabrik pengolahan besi. 8 halaman.

Suherman, I., Pramusanto, Sudjarwanto, Suseno, T., Jafril, Saefudin, R., 2011. Kajian teknoekonomi dan kebijakan peningkatan nilai tambah bauksit, nikel, bijih besi, mangan dan anode slime, Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara, Bandung. 168 halaman.

Yunianto B., 2014. Analisis dampak penerapan kebijakan nilai tambah mineral indonesia terhadap ekspor dan tenaga kerja, Jurnal Teknologi Minertal dan Batubara, Volume 10, Nomor 3, September 2014, halaman 127 - 141.

Unduhan

Diterbitkan

2016-12-01

Cara Mengutip

Suherman, I. (2016) “ANALISIS TEKNOEKONOMI PENGEMBANGAN PABRIK PELEBURAN BIJIH BESI DALAM RANGKA MEMPERKUAT INDUSTRI BESI BAJA DI INDONESIA”, Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara, 12(1), hlm. 23–44. doi: 10.30556/jtmb.Vol12.No1.2016.229.